05/08/2020

Kekerasan Terhadap Anak Menimbulkan Trauma Hingga Dewasa

Keluarga adalah entitas terpenting bagi kehidupan seseorang sejak ia kanak-kanak. Melalui keluarga, karakter dan kebiasaan seseorang terbentuk. Pendidikan yang pertama pun berlangsung di dalam keluarga, bukan sekolah. Keluarga pun menjadi sumber inspirasi dan spirit yang selalu hidup. Hal ini dikarenakan anak belajar banyak dari lingkungan terdekat tentang banyak hal. Mereka dapat melakukan banyak hal karena mendapat dukungan inspirasi dari lingkungan terdekat. Aktivitas hidup yang melimpah berkat dukungan keluarga inilah yang senantisa menjadi obor bagi anak untuk tumbuh kembang. Keluarga bukan sekadar hubungan darah bagi anak. Sudah seharusnya keluarga menjadi rumah kembali yang menyenangkan bagi anak. Tidak hanya saat pergi, anak pun merasa nyaman saat berada dalam lingkungan keluarga.

Hilangnya peran penting keluarga dalam kehidupan seorang anak mampu menumbuhkan perilaku negatif yang ia bawa hingga dewasa. Ketika keluarga yang mestinya menjadi tempat berlindung malah berubah menjadi sumber kekerasan, mereka pun akan mencari pelarian untuk berbagi pengalaman kepada orang lain hingga mencoba melukai diri sendiri.

Di era yang serba digital ini, (Koran Kompas edisi 20/07/20) anak – anak korban kekerasan dalam keluarga mencari sandaran di media sosial untuk lari dari luka batin yang mereka alami. Mereka tergabung didalam sejumlah grup untuk membagikan berbagai cerita kesedihan dan perlakuan buruk orangtuanya. Selain rentan dieksploitasi dan menjadi sasaran kejahatan pornografi, trauma kekerasan pada masa kecil berpotensi terbawa hingga dewasa karena tak tertangani dengan baik sejak awal. Akibatnya, kekerasan terhadap anak menjadi lingkaran setan. Saat anak dewasa dan berumah tangga, mereka pun berpotensi melakukan kekerasan yang sama terhadap anak – anaknya, padahal kekerasan yang dialami anak dalam keluarganya mengakibatkan luka batin yang berujung pada keinginan melukai diri sendiri secara fisik hingga bunuh diri.

Banyak ditemukan berbagai cerita kekerasan orangtua pada anak yang menyebabkan trauma pada anak. Ada yang mendapat pukulan karena pekerjaan rumah tangganya dinilai tidak beres. Dibentak sampai orangtuanya membanting meja dikarenakan tak bisa menyelesaikan soal latihan yang sudah diajarkan berkali – kali.  Ada juga orang tua yang melakukan kekerasan fisik terhadap anaknya dikarenakan masa lalunya yang juga pernah diperlakukan seperti itu pada saat masih anak – anak. Sikap acuh tak acuh dan kurang kasih sayang dari orang tua juga memicu seorang anak untuk bunuh diri, karena merasa terabaikan dan tidak berarti di dunia. Orangtua tidak mampu berkomunikasi dan menghargai seorang anak dengan memperlakukannya dengan apa yang tidak disukai.

Anak – anak yang mengalami kekerasan dalam keluarga rata – rata mengaku tidak tahu harus kemana untuk memulihkan luka batinnya dengan aman, tanpa menjadi korban kekerasan untuk kedua kalinya. Mereka tidak tahu prosedur menemui psikolog atau psikiater. Mereka juga enggan menceritakan masalahnya kepada guru bimbingan konseling di sekolahnya.

Anak korban kekerasan tidak hanya memiliki bekas luka pada tubuhnya, namun juga luka emosional, perilaku menyimpang, dan penurunan fungsi otak. Berikut beberapa efek kekerasan pada anak:

  1. Emosi
    Anak menjadi lebih sering sedih atau marah, sulit tidur, bermimpi buruk, memiliki rasa percaya diri yang rendah, ingin melukai diri sendiri, atau bahkan keinginan untuk bunuh diri. Mereka juga menjadi sulit berinteraksi dengan orang lain dan cenderung melakukan tindakan yang berbahaya.
  2. Penurunan fungsi otak
    Efek kekerasan pada anak juga dapat memengaruhi struktur dan perkembangan otak, hingga terjadi penurunan fungsi otak di bagian tertentu. Hal tersebut berpotensi menimbulkan efek jangka panjang, mulai dari penurunan prestasi akademik, hingga gangguan kesehatan mental pada saat dewasa.
  3. Tidak Mudah Mempercayai Orang lain
    Anak korban kekerasan merasakan pengalaman buruk dalam hal penyalahgunaan rasa percaya dan rasa keamanan. Saat mereka dewasa nanti, mereka akan kesulitan untuk memercayai orang lain.
  4. Sulit Mempertahankan Hubungan Pribadi
    Pengalaman sebagai korban kekerasan pada anak dapat membuat mereka menjadi sulit memercayai orang lain, mudah cemburu, merasa curiga, atau merasa kesulitan mempertahankan hubungan pribadi untuk jangka waktu yang lama karena rasa takut. Kondisi ini berisiko membuat mereka merasa kesepian. Penelitian menunjukkan, banyak korban kekerasan anak yang mengalami kegagalan dalam membina hubungan asmara dan pernikahan pada saat dewasa.
  5. Memiliki Resiko Gangguan Kesehatan Yang Lebih Tinggi
    Efek kekerasan pada anak juga dapat memengaruhi kesehatan dan tumbuh kembang anak. Korban kekerasan anak berisiko mengalami gangguan kesehatan yang lebih tinggi, baik secara psikis maupun fisik, pada saat mereka tumbuh dewasa.
  6. Menjadi Pelaku Kekerasan Pada Anak Atau Orang lain
    Saat anak korban kekerasan menjadi orang tua atau pengasuh, mereka berisiko melakukan hal yang sama pada anak. Siklus ini dapat terus berlanjut jika tidak mendapatkan penanganan yang tepat untuk mengatasi trauma.
  7. Mengalami Trauma
    Kekerasan yang dialami anak akan menimbulkan luka hati dan juga trauma pada anak. Dampaknya dalam kehidupan anak selanjutnya akan sangat besar, salah satunya depresi, stress, dan gangguan psikologis lainnya yang dapat mengganggu kehidupan sosial serta aktivitas sehari – hari. Anak juga akan menjadi takut tehadap segala bentuk kekerasan, bahkan yang terkecil sekalipun, misalnya suara – suara keras, pembicaraan bernada tinggi, dan lain – lain.

Menurut Psikolog Agustina, setiap anak harus dipenuhi kebutuhan psikologisnya untuk tumbuh sehat jiwa dan raga. Selain itu, anak juga perlu dipenuhi kebutuhan otonominya sehingga mereka merasa ikut menentukan apa yang terjadi di masyarakat kita. Belum banyak orangtua menyadari pentingnya memenuhi psikologis anak, yang jadi perhatian mereka baru makanan, prestasi, sekolah, dan pakaian anak. namun, apakah anak merasa terkoneksi dengan orangtuanya, rasanya belum banyak. Karena itu, jika kata “sayang” sulit terucap dari orangtua untuk anak – anaknya, mulailah membelai kepala mereka jangan ragu menunjukkan rasa sayang itu.