SEJARAH YSI CABANG DKI JAKARTA

Yayasan Sayap Ibu adalah sebuah nama yang diambil dari bahasa Belanda “onder moeder’s vleugels”, yang menggambarkan sayap induk ayam, dimana induk ayam   menaungi anak – anaknya ketika bahaya mendekat. Dibawah naungan sayap tersebut induk ayam memberikan kehangatan dan kenyamanan kepada anak – anaknya. Yayasan Sayap Ibu berdiri pada tahun 1955, saat itu Ibu Sulistina yang tinggal bersama suaminya dirumah Dinas Sosial yang berada di Jalan Barito II No. 55 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Pada saat itu Bung Tomo menjabat sebagai Menteri Sosial, Ibu Sulistina adalah istri yang senantiasa mendampingi dan membantu Bung Tomo. Tinggal di rumah Dinas Sosial setiap hari ia mendapati sebuah pemandangan yang miris didepan rumahnya. Setiap hari ia melihat para ibu – ibu yang berdagang dijalanan tersebut membawa anak – anaknya yang masih sangat kecil dan rentan terkena penyakit untuk berjualan. Dengan kondisi mereka mengikuti ibunya dari pagi hingga sore hari. Melihat kondisi tersebut ibu Sulistina dan Bung Tomo tergerak hatinya untuk membuk rumahnya bagi anak – anak tersebut. Ia memulai sebuah langkah kecil untuk menolong para ibu – ibu dengan membuka rumahnya untuk menitipkan anak – anak mereka dirumahnya, untuk menunggu hingga ibu mereka selesai berdagang. Di rumah itu ia memberikan waktunya untuk menjaga, mendidik, dan mengayomi anak – anak tersebut. Dari sana akhirnya Ibu Sulistina mengetahui bahwa banyak dari anak – anak tersebut tidak diharapkan keberadaanya, mereka tidak diharapkan karena berbagai hal. Mulai dari factor ekonomi keluarga yang sangat minim, ketidakadaan tanggung jawab seorang ayah, bahkan sampai ada yang benar – benar tidak memiliki figur seorang ayah. Awalnya anak – anak tersebut diantar pada pagi hari, kemudian akan dijemput pada sore harinya. Namun semakin hari semakin banyak yang dibiarkan untuk menginap dirumah dinas tersebut. Dan banyak dari anak – anak yang ditipkan akhirnya tidak pernah diambil lagi. Keberadaan orang tuanya pun tidak pernah diketahui lagi dimana. Pada waktu itu Ibu Sulistina Sutomo  bersama Ibu-Ibu yang tinggal di Jalan Jenggala II Kebayoran Baru dan sekelompok yang ikut English Conversation merasa sangat prihatin atas keadaan anak-anak tersebut. Semenjak saat itu akhirnya ibu Sulistina memutuskan untuk mengasuh mereka dalam naungan sebuah yayasan. Ia menghimpun ibu – ibu yang tergerak untuk merawat anak – anak, mengambil bagian dalam mengelola yayasan tersebut bersama – sama. Satu persatu ibu datang untuk merawat anak – anak, dan azas dalam yayasan yang ia bangun adalah kekeluargaan dan juga kasih sayang. Pada tanggal 25 Mei 1955 Yayasan Sayap Ibu resmi didirikan oleh Ibu Sulistina Sutomo, Ibu Arifien, Ibu Gerland Sunario dan Ibu Sukardi di Jakarta dengan maksud dan tujuan untuk menolong anak-anak bayi yang tidak ada yang memelihara, anak-anak bayi yang orang tuanya tidak mampu untuk memeliharanya. Peresmian Yayasan Sayap Ibu dihadiri oleh para wartawan, diliput juga oleh RRI dan diresmikan oleh Menteri Sosial. Untuk pertama kalinya pada tahun 1955 sesuai Akta Nomor 67 tanggal 25 Mei 1955 telah terbentuk Kepengurusan Yayasan Sayap Ibu sebagai berikut:
Ketua : Nyonya Sulistina Sutomo
Wakil Ketua : Nyonya Arifien
Penulis : Nona Jusna Sair
Bendahari : Nyonya Gerland Sunario
Pembantu : Nyonya Sukardi dan Nyonya Lumungan
Ibu Sulistina bersama ibu – ibu lainnya bahu membahu membangun yayasan dan merawat anak – anak dengan kasih sayang. Setelah Yayasan Sayap Ibu terbentuk  para pengurus bergerak cepat, Ibu Sulistina selaku komandan memimpin langsung terjun ke masyarakat mencari dukungan. Yayasan mendapat banyak kemudahan, mungkin karena waktu itu masih Republik baru sehingga semangat perjuangan masih sangat tinggi, sehingg masyarakat antusias menyumbang. Ibu Sulistina dan tim meminta sumbangan kepada pemerintah, yang kemudian berbuah manis dengan mendapatkan tanah di Jalan Barito, oleh Djawatan Sosial DKI Jakarta dibangunkan gedungnya, untuk tempat tidurnya disumbang oleh Departemen Kesehatan. Adapun untuk keperluan lainnya disamping dari dana pribadi, ibu – ibu Pengurus juga meminta sumbangan dari masyarakat. Ibu Sulistina pergi ke Pasar Baru mendatangi toko – toko. Ada yang memberikan peralatan masak, ada yang memberikan kasur, bantal, dsb. Sebuah awal yang baik dimana yayasan berhasil mencuri hati masyarakat. Hal itu sangat membantu, sebab pada saat itu banyak bayi – bayi dititipkan pada Yayasan Sayap Ibu. Kian hari anak – anak yang diasuh oleh Yayasan Sayap Ibu semakin banyak. Sehingga yayasan pun mulai membuat program kerja. Ibu – ibu Pengurus cukup kreatif menggagas berbagai kegiatan. Yayasan Sayap Ibu lah yang pertama kali mengadakan kontes Miss Jakarta, dalam rangka mencari dana untuk anak – anak asuhnya. Yayasan Sayap Ibu juga mengadakan Food Festival yang menghadirkan masakan dari seluruh Nusantara, Lomba Dansa dan sebagainya. Pada saat itu yang mereka pikirkan adalah mereka harus kreatif untuk mencari dana. Bahkan menurut ceritanya Yayasan Sayap Ibu juga pernah berencana mengadakan kegiatan bertaraf internasional yang menyelenggarakan orkes Hawai. Namun tidak terlaksana karena tidak mendapatkan izin dari Pemerintah, alasannya pada saat itu belum ada hotel – hotel yang layak untuk menampung tamu – tamu dari negara – negara lain. Sampai sekarang dokumen dan surat – surat mengenai rencana tersebut masih tersimpan dengan rapi. Kerja keras yang telah dibangun semenjak tahun 1955 akhirnya sempat memasuki masa yang sulit. Pada tahun 1968 ibu Sulistina mulai merasakan adanya kendala dalam menjalankan operasional Yayasan Sayap Ibu. Hal tersebut dikarenakan aktivitas Bung Tomo yang kian hari semakin padat, dan ibu Sulistina harus mengikuti Bung Tomo dalam setiap kegiatan – kegiatannya. Kondisi pada saat itu merupakan masa – masa sulit bagi yayasan, dimana pendiri yayasan harus memutuskan mengikuti kegiatan sang suami. Kondisi perekonomian yayasan pun mulai mengalami penurunan. Melihat kondisi yang sangat memprihatinkan tersebut, Ibu Sulistina memutuskan untuk menemui ibu Johanna Sunarti Nasution (istri dari Jenderal Nasution). Pasa saat itu bu Nas (panggilan untuk ibu Nasution) sedang menjabat sebagai ketua dari seluruh Koordinasi Yayasan Sosial di Jakarta BKKKS (Badan Koordinasi Kegiatan Kesejahteraan Sosial). Lewat pembicaraan dengan ibu Sulistina, bu Nas meminta agar yayasan tidak ditutup sebab pada saat itu sudah banyak anak – anak yang diasuh di yayasan. Bu Nas memutuskan untuk mengambil alih Yayasan Sayap Ibu. Kehadiran bu Nas dalam Yayasan Sayap Ibu membawa angin segar bagi yayasan, sebab figur beliau sudah terkenal. Selain sebagai istri seorang Jenderal, beliau juga sangat aktif dalam yayasan – yayasan sosial lainnya. Tahun 1968 bu Nas bergabung dengan Yayasan Sayap Ibu. Pada tahun itu juga dalam pengasuhan dan perawatan anak, kriteria anak ditingkatkan menjadi usia 0 – 5 tahun. Dalam perjalanannya, Yayasan Sayap Ibu sempat mengalami masalah keuangan sehingga harus dihentikan untuk sementara pada tahun 1968 ini. Namun berkat tekad kuat para Ibu, terutama Ibu J.S Nasution, Yayasan Sayap Ibu dapat berjalan kembali dan terus berkembang pesat. Bu Nas memasukkan Yayasan Sayap Ibu dibawah naungan BKKKS. Dalam kepengurusan baru, Ibu Nasution menjabat sebagai Pengawas YSI, sedangkan Ketua oleh Ibu Ciptaningsih Utaryo. Permohonan untuk Pengangkatan Anak mulai berdatangan ke Yayasan Sayap Ibu. pada waktu itu belum ada Peraturan Pemerintah yang mengatur proses Pelaksanaan Pengangkatan Anak. Pengangkatan Anak dari Yayasan Sayap Ibu dilaksanakan berdasarkan Hukum Adat yang berlaku di daerah asal para Calon Orang Tua Angkat karena memiliki kebutuhan khusus. Mereka yang lahir sudah dalam keadaan memiliki kebutuhan khusus, tetap dirawat dan menjadi tanggung jawab Yayasan Sayap Ibu. Pada tahun 1975 terjadi Pengangkatan Anak besar – besaran dari Vietnam, Kamboja, Jepang, dan Korea. Kebanyakan adalah anak – anak terlantar sebagai korban perang melawan negara barat seperti Amerika, Inggris, Perancis, dan lain – lain. Anak – anak tersebut dikirim melalui Bandar Udara, dan diterima di Bandar Udara Negara para Orang Tua Angkatnya. Belanda ikut dalam arus Pengangkatan anak – anak tersebut. Mereka lebih banyak mengambil anak – anak Indonesia karena adanya hubungan sejarah. Pengangkatan Anak dilakukan secara sah hanya dengan akte notaris. Terjadilah jual beli anak yang ramai sekali. Bahkan banyak kejadian, anak – anak tersebut dititipkan kepada pramugari yang diberi kuasa. Agen adopsi yang bekerjasama dengan Notaris, Rumah – Rumah Bersalin, perantara – perantara pencari anak tumbuh seperti cendawan di musim hujan. Namun begitu, Pemerintah terlihat masih belum mengeluarkan suatu peraturan apapun. Para relawan Yayasan Sayap Ibu tentu saja terusik rasa kemanusiaan dan kebangsaannya. Dengan bantuan ibu Joke Berkouwer,SH seorang sarjana hukum dan relawan Yayasan sayap Ibu berkewarganegaraan Belanda. Yayasan Sayap Ibu kemudian menyusun konsep prosedur pengangkatan anak melalui Sidang Pengadilan. Seperti halnya di Negara maju, ketentuan pengangkatan anak tidak cukup hanya dengan akte notaris saja. Dalam konsep tersebut juga diusulkan adanya lembaga seperti “Kinder Bescherming Dients” yang akan membantu Departemen Sosial dalam perijinan dan pemantauan para orang tua angkat. Lembaga ini diharapkan dapat membendung perdagangan anak seperti yang terjadi pada waktu sebelumnya. Konsep tersebut dikirimkan kepada Departemen Kehakiman, Gubernur DKI Jakarta dan Departemen Sosial. Pada saat itu Gubernur yang memimpin adalah pak Ali Sadikin. Pak Ali Sadikin cepat tanggap. Pada tahun 1976 mengeluarkan ijin serta mengakui Badan Konsultasi Pengangkatan Anak Yayasan Sayap Ibu sebagai Lembaga Resmi. Departemen Kehakiman menanggapi dengan dikeluarkannya, Surat Edaran No.JHAI/1/2 tahun 1978 tentang Prosedur Pengangkatan Anak WNI (Warga Negara Indonesia) oleh WNA (Warga Negara Asing), yang menentukan bahwa Notaris tidak dapat membuat Akte Adopsi karena Pengangkatan Anak WNI oleh WNA harus dilaksanakan dengan Penetapan Pengadilan. Pada tahun 1976, sebagai hasil rekomendasi Seminar tentang Pengangkatan Anak sebagai Sarana Usaha Kesejahteraan Anak yang dilaksanakan oleh Yayasan Sayap Ibu, dan Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial, Mahkamah Agung mengeluarkan surat edaran No. 2 tahun 1979 yang kemudian disempurnakan dengan SEMA No. 6 tahun 1983 tentang: Prosedur Pengangkatan Anak WNI oleh WNA dan anak WNA oleh WNI. Departemen Sosial pada tahun 1981 mengeluarkan Peraturan Menteri No. 13 tentang Organisasi Sosial yang dapat menyelenggarakan usaha penyantunan anak terlantar (termasuk melaksanakan Pengangkatan Anak). Dengan dikeluarkannya  Permensos tersebut maka hanya 5 organisasi yang mendapat ijin resmi termasuk Yayasan Sayap Ibu. Semua Pengadilan dapat memeberikan penetapan Pengangkatan Anak baik untuk WNI maupun WNA (Intercountry Adoption) mengacu pada Surat Edaran MA No. 6 tahun 1983 di atas. Ibu Ati Dasaid,S.H. (Almh.) Pengurus YSI Pusat saat itu yang berjuang keras untuk adanya Permensos yang mengatur Pengangkatan Anak. Bersama Yayasan Tiara Putra, sejak itu Yayasan Sayap Ibu resmi diakui sebagai lembaga Pengangkatan Anak Terlantar. Yayasan Sayap Ibu tidak hanya melaksanakan Pengangkatan Anak untuk anak – anaknya sendiri, namun juga dapat melaksanakan Bantuan Pelaksanaan untuk Pengangkatan Anak sesuai Peraturan Pemerintah yang mengambil anak – anak dari yayasan lain. Pasca kepergian ibu Sulistina Sutomo karena kesibukan beliau, digantikan oleh ibu Ciptaningsih Utaryo. Beliau adalah bagian dari tim Bung Tomo dan juga bu Nas. Pada masa kepemimpinan ibu Utaryo, kondisi yayasan masih sangat memprihatinkan dan masih membutuhkan uluran tangan kanan kiri untuk  anak – anak. Yang paling sulit didapat pada masa itu adalah mencari persediaan susu, susu hampir tidak ada ditemukan pada masa itu. Padahal susu adalah makanan pokok bagi bayi. Untuk membantu mendapatkan susu bagi bayi-bayi di yayasan, ibu Utaryo berusaha untuk mencari bantuan keluar. Pada saat itu usahanya membuahkan hasil adanya sumbangan susu dari WIC (Women’s International Club).  Daftar anggota yang terdapat dalam WIC kebanyakan orang asing, dan mereka mendapatkan susu tersebut dari kedutaan Negara mereka masing-masing, sehingga akhirnya merekalah yang menjadi penolong bagi bayi-bayi dan balita yang berada di Yayasan Sayap Ibu. WIC merupakan salah satu organisasi yang banyak membantu Yayasan Sayap Ibu, secara rutin mereka membantu banyak hal termasuk dalam hal caring. Ibu Utaryo sendiri memiliki andil yang cukup besar  dalam hal mendatangkan susu untuk bayi-bayi yang dirawat yayasan. Melalui akses yang dimiliki oleh suaminya yang bekerja di pelayaran, ibu Utaryo sering mendapatkan bantuan susu dan juga sereal dari kapal. Dimana sebenarnya barang-barang tersebut adalah jatah dari para awak kapal yang berlayar berbulan-bulan. Tetapi karena seringkali stok susu berlimpah, maka mereka memberikannya secara rutin untuk Yayasan Sayap Ibu. Bantuan susu dari sisa anak buah kapal itu jumlahnya sangat  banyak, bahkan bisa sampai berkarung-karung. Sampai-sampai ibu-ibu yang mengurus yayasan, menjadikan susu-susu tersebut bahan untuk kreasi aneka kue. Setelah jadi masakan kue tersebut digunakan uangnya untuk keperluan  anak-anak Sayap Ibu. Kinerja ibu Utaryo dan tim nya sangat membantu proses berdiri tegaknya Yayasan Sayap Ibu, namun lagi-lagi yayasan harus menerima keadaan untuk melepaskan ibu Utaryo pindah mengikuti suaminya. Tahun 1977 ibu Utaryo pindah ke Yogyakarta, beliau mengikuti suaminya Bapak Utaryo yang mendapat panggilan dinas ke kota tersebut dan pada saat itu kepemimpinan Yayasan Sayap Ibu kembali dipegang oleh bu Nas. Pada saat itu di Yogyakarta, ibu Utaryo juga berjumpa dengan ibu Sarwanto Brojonegoro yang beliau kenal sewaktu mereka berdua mewakili Indonesia dalam Asian Women Leadership Training di USA pada tahun 1972. Pada saat itu ibu Utaryo dikirim mewakili Yayasan Sayap Ibu, dan di BKKKS. Bersama Ibu Sarwanto Brojonegoro, Ibu Utaryo mendirikan YSI Cabang DIY dengan Ketua Ibu Utaryo. YSI Cabang Jakarta diketuai oleh Ibu Titik Mohammad Said menggantikan Ibu Utaryo, YSI Pusat diketuai oleh Ibu Nasution. Yayasan Sayap Ibu Pusat dengan Ketua bu Nas, Cabang Jakarta dengan Ketua Ibu Titik Mohammad Said, dan Cabang Yogyakarta dengan Ketua Ibu Utaryo.
Tahun 1978, Ibu J.S. Nasution sebagai Ketua YSI Pusat sekaligus Ketua DNIKS membentuk 2 (dua) cabang yaitu :
  • YSI Cabang Jakarta dengan Ketua Ibu Mohamad Said, diatas tanah Jalan Barito II No. 55 Kebayoran Baru Jakarta Selatan, bantuan Pemda Jakarta didirikan Panti Asuhan untuk merawat dan mencarikan solusi untuk kesinambungan hidup mereka dengan cara yang sebaik-baiknya.
  • YSI Cabang Yogyakarta dengan Ketua Ibu Ciptaningsih Utaryo di Rajawali No.3, Pringwulung Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta.
Pada tahun 1985, ketika Ibu Rooswidiati Jusuf Razak menjabat sebagai Ketua YSI Cabang Jakarta, kondisi Panti Barito masih menghuni bangunan lama. Ketika musim hujan banjir, mereka biasa membawa anak asuh ke rumah masing – masing dan dikembalikan keesokan harinya. Pada masa itu para ibu – ibu merasa harus berbuat banyak namun fasilitas dan dana kurang. Sebagai Ketua, muncul semangat untuk datang kepada Gubernur Suprapto dan lewat pembicaraan dengan Bapak Gubernur, YSI mendapatkan bantuan dana sebesar Rp500.000.000,- untuk membangun kembali bangunan YSI sehingga menjadi gedung seperti sekarang. Kantor Yayasan Sayap Ibu Pusat pindah ke Yogyakarta terhitung sejak tanggal 1 April 2004. Kepindahan Kantor Pusat YSI ke Yogyakarta antara lain disebabkan karena begitu dibutuhkannya sosok ibu Utaryo untuk memimpin  Yayasan Sayap Ibu. Diceritakan oleh ibu Tjipto, Pengurus YSI Cabang Jakarta, bahwa Ibu Nas meminta ibu Utaryo supaya memegang kepemimpinan Yayasan Sayap Ibu Pusat. Karena Bu Utaryo berdomisili di Yogyakarta maka Kantor  Pusat dipindahkan ke Yogyakarta. Ibu Utaryo yang pada saat itu tengah menjabat sebagai Ketua Umum YSI Cabang Yogyakarta, harus merangkap jabatan sebagai Ketua Umum YSI Pusat. Sampai akhirnya dipilih Ketua Umum Yayasan Sayap Ibu Cabang Yogyakarta yang baru. Pada tahun 2001, dengan dikeluarkannya UU No.16 tahun 2001 tentang Yayasan oleh Departemen Kehakiman dan HAM, maka Yayasan Sayap Ibu yang sebelumnya sudah menyandang izin dari Departemen Sosial dan Departemen Pendidikan telah menyesuaikan AD dan ARTnya sehingga strukturnya menjadi Organ dengan Pembina, Pengawas dan Pengurus. YSI telah mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan Surat Keputusannya tanggal 27-12-2004 (duapuluh tujuh Desember duaribu empat) Nomor: C-1051.HT.01.02.TH 2004 dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia, tanggal 05-01-2007 (lima Januari duaribu tujuh), Nomor: 2, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia Nomor:18 / 2007. Pada Tahun 2009 diresmikan rumah wakaf Menteng Wadas untuk kesejahteraan social yaitu PAUD Sayap Ibu, Tahun 2011 diresmikan Taman Anak Sejahtera YSI Barito. Tahun 2014 diresmikan “Layanan Klinik Tumbuh Kembang Anak”.